Senin, 17 Mei 2010

Metode Penelitian

TEKNIK -TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pendahuluan

Pengumpulan data tidak lain adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah amat yang penting dalam metode ilmiah, kjarena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan kecuali untuk penelitian eksploratif, untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan[1].

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas penelitian data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan realibilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpualn data dapat dilakukan dengan cara interview ( wawancara ), kuesioner ( angket ), observasi ( pengamatan ) dan gabungan dari ketiganya.[2]

Teknik Pengumpulan Data

A. Interview (wawancara)

Interview (wawancara) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara sipewawancara dan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Walaupun wawancara adalah proses pengumpulan data dengan percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara merupakan proses pengumpulan data untuk suatu penelitian[3].

Interview merupakan proses interaksi antara pewawancara dan responden. Walaupun bagi pewawancara proses tersebuit adalah satu bagian dari langkah-langkah dalam penelitian, tetapi belum bagi responden wawancara adalah bagian dari penelitian. Andaikatapun pewawancara dan responden menganggap bahwa wawancara adalah bagian dari penelitian, tetapi sukses tidaknya pelaksanaan wawancara bergantung sekali darim proses interaksi yang terjadi. Suatu elemen yang paling penting dari proses interaksi yang terjadi adalah wawasan dan pengertian.

Dalam interaksi tersebut, masalah isyarat-isyarat yang berada di bawah persepsi ( subliminal cues ) sukar dikenali karena antara pewawancara dan responden belum saling mengenal. Karena itu pewawancara sedapat mungkin memperbaiki wawasan atau pengertian dalam interaksi.[4]

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga peneliti ingin mengetahui hal–hal dari respondennya kecil/sedikit.

Hamidi juga menambahkan bahwa teknik wawancara dipilih jika peneliti yang menginginkan data berupa cerita rinci dan bahasa hasil konstruksi dari para responden, misalnya tentang pengetahuan, pengalaman, pendapat atau pandangan hidup.[5]

Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. Sugiono mengutip pernyataan Sutrisno Hadi dalam bukunya Metodelogi Research mengatakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner adalah sebagai berikut[6]:

  1. Bahwa subyek ( responden ) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri
  2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.
  3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-peretanyaan yang diajukan oleh peneliti kepadanya sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Ada beberapa sasaran atau tujuan dari wawancara yang ingin diperoleh berjenis-jenis dan banyak sifatnya dan sukar dikelompokkan dalam jenis-jenis umum. Di bawah ini adalah pengelompokan isi dari keterangan yang ingin diperoleh dengan cara wawncara[7]:

~ Sasaran isi untuk memperoleh atau memastikan fakta

~ Untuk memastikan kepercayaan tentang keadaan fakta.

~ Untuk memastikan perasaaan

~ Untuk menemukan suatu standar kegiatan

~ Untuk perilaku sekarang atau perilaku terdahulu

~ Untuk mengetahui alasan-alasan seseorang

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan menggunakan telepon.

a. Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan seebagai teknik pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tenteng informasi yang apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan waancara pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan- pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini sertiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya.

b. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Ppewawancara hanya menulis garis besarnya saja.

Dalam wawancara ini peneliti belum mengetahui dengan pasti data yang akan diperoleh, sehingga peneliti banyak mendengarkan apa yang diceritrakan responden.

B. Kusioner ( angket )

Kusioner adalah teknik pengumpulan data melalui pembuatan daftar pertanyaan dengan jumlah pilihan jawaban yang telah ditetapkan oleh peneliti[8].

Alat lain untuk mengumpulkan data adalah daftar pertanyaan, yang sering secara umum disebut dengan kusioner. Pertanyaan-pertanyaan yang tgerdapat dalam kusioner atau daftar pertanyaan cukup terperinci dan lengkap. Keterangan yang diperoleh dengan mengisi daftar pertanyan, dapat dilihat d ari segi siapa yang mengisi daftar pertanyaan tersebut. Jika yang menuliskan isian kedalam kusioner adalah responden maka daftar pertanyaan tersebut dinamakan kusioner[9].

Kusioner harus mempunya center perhatian yaitu masalah yang ingin dipecahkan. Tiap pertanyaan harus merupakan bagian dari hipotesis yang ingin diuji. Dalam memperoleh keterangan yang berkisar pada masalah yang ingin dipecahkan, maka secara umum kusioner dapat berupa[10]:

1) Pertanyaan tentang fakta

2) Pertanyaan tentang pendapat

3) Pertanyaan tentang persepsi

Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh peneliti yaitu[11]:

1. Isi dan tujuan pertanyaan

2. Bahasa yang digunakan

3. Tipe dan bentuk pertanyaan

4. Pertanyaan tidak mendua

5. Tidak menanyakan yang sudah lupa

6. Pertanyaan tidak menggiring

7. Pertanyaan tidak terlalu panjang

8. Urutan pertanyaan

9. Prinsip pengukuran

10. Penampilan fiisik angket

C. Observasi ( Pengamatan )

Pengumpulan data dengan observasi adalah pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegitan sehari-hari kita menggunakan mata dalam mengamati sesuatu, seperti: mmengamati bulan purnama, gunung yang indah, lampu warna warni dan lain-lain. Tetapi yang dimaksud dengan pengamatan dalam metode ilmiah bukanlah pengamatan seperti diatas[12].

Pengamatan dikatakan sebagai teknik pengumpulan data jika memenuhi kriteria dibawah ini:

a. Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan secara sistematik.

b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian

c. Pengamatan disusun secara sistematis dan dihubungkan dengan proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu set yang menarik perhatian.

d. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol atas validitas dan realibitasnya.

Pengumpulan data dengan pengamatan merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersussun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

Teknik pengumpulan data dengan observasi dilakukan jika peneliti menghendaki data hasil dari melihat atau menyaksikan aktivitas yang dilakukan oleh responden dan atau mendengarkan apa yang dikahtakan mereka.[13] Sugiono juga menambahkan bahwa teknik ini digunakan jika penelitian berkenaan dengan manusia, proses kerja, gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.[14]

Dari segi pelaksanaan pengumpulan data observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu[15]:

1. Participant Observation ( Observasi Berperan Serta )

Dalam observasi ini, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sember penelitian.

2. Non Participant Observastion ( Observasi non partisipasi )

Observasi non partisipasi adalah kebalikan dari observasi berperan serta yaitu, peneliti tidak terlibat langsung dengan aktifitas orang-orang yang sedang diamati, peneliti hanya sebagai pengamat independen.

D. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang diperoleh dari catatan ( data ) yang telah tersedia atau telah dibuat oleh pihak lain. Misalnya, jumlah penduduk disuatu desa, catatan hasil rapat suatu organisasi, karena itu data dari pembacaan dokumentasi tersebut disebut data sekunder[16].

Teknik dokumnetasi harus sesuai dengan tujuan penelitian dan tidak boleh melenceng dari tujuan penelitian atau bisa sesutu yang mendukung kepada tujuan. . Dokumentasi biosa diambil dari kegiatan – kegiatan orang yang sedang diamati atau bisa juga

Kesimpulan

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti memperoleh atau mengumpulkan data. Data bisa diperoleh melalui teknik interview, kusioner, observasi dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data melalui interview adalah cara pengumpulan yang diperoleh dari tanya jawab, sambil bertatap muka antara sipewawancara responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide ( panduan wawancara ).

Teknik pengumpulan data melalui Kusioner adalah teknik pengumpulan data melalui pembuatan daftar pertanyaan dengan jumlah pilihan jawaban yang telah ditetapkan oleh peneliti

Teknik pengumpulan data melalui observasi adalah pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut

Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang diperoleh dari catatan ( data ) yang telah tersedia atau telah dibuat oleh pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, ( Malang: UMM Press, 2007)

Nazir, Moh, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003 ),

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitattif dan R dan D ( Bandung: Alfabeta, 2009 )



[1] Moh. Nazir, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003 ), hal. 176

[2] Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif Kualitattif dan R dan D ( Bandung: Alfabeta, 2009 ), hal 137

[3] Moh. Nazir, Metode Penelitian, Hal. 194

[4] Ibid

[5] Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, ( Malang: UMM Press, 2007 ), Hal. 140

[6] Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif Kualitattif dan R dan D, Hal. 138

[7] Moh. Nazir, Metode Penelitian, Hal. 196

[8] Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi

[9] Ibid, Hal. 203

[10] Ibid

[11] Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif Kualitattif dan R dan D, Hal. 142

[12] Moh. Nazir, Metode Penelitian, Hal. 175

[13] Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi

[14] Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif Kualitattif dan R dan D, Hal. 145

[15] Ibid

[16] Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi

Rabu, 10 Maret 2010

Peradaban Islam dan Barat

PERADABAN MUSLIM DAN RENAISSANCE BARAT

Oleh: Syahruddin, Sofyan N Kacong gito

A. Peradaban Islam Dan Realitas Barat

a. Peradaban Islam

Peradaban dalam Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan Rasulullah, para sahabat (Khulafaur Rasyidin),dan sejarah kekhalifahan Islam sampai kehidupan umat Islam sekarang. Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah membawa bangsa arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan di abaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju[1].

Pada masa kilafah Bani Abbasiyah ,khususnya zaman khalifah al-Mansur dan al-Makmun,berbagai aktivitas sudah banyak dilakukan untuk menyiapkan dan menerjemahkan berbagai karya ilmiah . Pada akhir abad ke-10 telah banyak karya penting yang berhasil diselesaikan . Para penerjemah berasal dari berbagai etnik, seperti Naubakht dari Persia, Muhammad bin al-Fazari dari Arab, dan Hunain bin Ishaq yang dulunya adalah seorang penganut Kristen Nestorian dari Hirah. Para Ilmuan Muslim seringkali menerima kesimpulan ilmiah dari pihak lain, kemudian mengujinya dengan melakukan verifikasi. Namun tidak jarang pula mereka melakukan observasi dan eksperimen terhadap masalah-masalah baru hingga menghasilkan penemuan baru. Para ilmuan Muslim biasa menggunakan pendekatan praktis bagi permasalahan ilmiah yang memuat pemikiran-pemikiran abstrak. Para ilmuan Muslim sudah mengenal aspek fisik (kualitatif) maupun aspek matematis (kuantitatif) dari suatu ilmu pengetahuan. Mereka melakukan penelitian terhadap aspek kualitatif maupun kuanttitatif dari berbagai problem ilmiah. Sebagai contoh, Ibnu Khurdadhbeh menghitung derajat lintang dan busur berbagai tempat. Sementara itu, al-Biruni menghitung gaya tarik sejumlah zat kimia.

Eksperimen-eksperimen ilmiah dalam bidang kimia, fisika, dan farmasi dilakukan dilaboratorium; sedangkan penelitian dalam bidang patologi dan pembedahan dilakukan dirumah sakit- rumah sakit. Sejumlah observatorium juga dibangun dibeberapa lokasi, seperti di Damaskus, Baghdad, Naisabur, untuk melakukan pengamatan astronomi.

Persiapan bedah mayat juga dilakukan dalam rangka praktik pengajaran anatomi. Khalifah al-Mu`tashim pernah mengirimkan kera untuk dijadikan peraga dalam kegiatan ini. Demonstrasi operasi pembedahan bagi para mahasiswa diberikan dirumah sakit-rumah sakit. Tingkat melek huruf di kalangan kaum Muslim mencapai level tertinggi pada abad 11 dan 12 M. Tingginya semangat keilmuan pada masa itu diindikasikan dengan karya optic Shihab al-Din al-Qirafi,seorang ulama fikih dan juga hakim di Kairo yang menangani 50 macam masalah penglihatan.

Dalam naungan hukum Islam, Para ilmuwan tidak hanya memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi juga mengaplikasikan penemuan ilmiahnya dalam bentuk inovasi teknologi. Mereka mengamati bintang-bintang ,kemudian menyusun peta bintang untuk keperluan navigasi. Ibnu Yunus misalnya memanfaatkan pendulum untuk menentukan ukuran waktu. Ibnu Sina menggunakan termometer udara untuk mengetahui temperature udara. Para ilmuan Muslim menjadikan Aljabar sebagai cabang dari ilmu Matematika. Istilah Aljabar berasal dari bahasa Arab yaitu Jabr. Para cendikiawan Muslim juga mengembangkan ilmu trigonometri serta mengaplikasikannya dalam ilmu astronomi, karena astrologi yaitu keyakinan bahwa posisi bintang sangat berpengaruh terhadap nasib manusia merupakan “ bid`ah” menurut islam. Maka astronomi berkembang menjadi ilmu murni, setelah dibersihkan dari kepercayaan takhyul. Berbagai kata atau istilah Arab yang banyak digunakan dalam bahasa Eropa menjadi monument hidup atau bukti nyata kontribusi kaum Muslim pada scient modern. Disamping itu sejumlah besar buku diberbagai perpustakaan di Asia dan Eropa, museum-musium diberbagai negeri , serta Masjid dan istana yang dibangun berabad-abad silam juga merupakan bukti adanya fenomena penting ini dalam sejarah dunia.

Beberapa contoh khazanah ilmu pengetahuan yang berasal dari bahasa arab adalah ciphecipher atau didalam istilah perancis disebut chiffre , yang sebenarnya berasal dari kata sifr (Arab) yang berarti kosong atau nol. Kata alkali dalam bidang kimia untuk menyebut zat tertentu yang menghasilkan garam bila dicampur dengan suatu jenis asam ,juga berasal dari bahasa arab yakni al-qali, Istilah dan squadron atau dalam bahasa Prancisnya escadre yang mempunyai arti sebuah kesatuan didalam ketentaraan juga berasal dari kata askariyah yang memiliki makna serupa. Juga istilah admiral berasal dari kata amir al-bahr dan lain-lain.

Dalam proses penerjemahan, banyak nama ilmuwan Muslim yang mengalami perubahan , sehingga membuat para pembaca mengira bahwa mereka adalah orang-arang non-Muslim dari Eropa. Beberapa nama diantaranya adalah Abul Qasim al-Zahrawi (Albucasis) , Muhammad ibnu Jabir ibnu sinan al-Battani (Albetinius) , dan Abu `Ali ibnu Sina ( Avicenna).

b. Realitas Dan Situasi Barat

Sebelum Islam masuk ke Eropa, Kondisi barat khususnya ( Spanyol ) sangat menyedihkan mulai dari kondisi sosial, politik dan ekonomi. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak –koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran monofosit, apalagi terhadap penganut agama lain, yahudi. Penganut agama yahudi yang merupakan bagian terbesar dari pendududk spanyol dippaksa dibaptis menurut agama keristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam system kelas, sehingga keadaaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Dr. Badri Yatim, MA didalam bukunya[2] mengatakan bahwa Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi, berakat kesuburan tanahnya pertanian maju pesat. Akan tetapi ,setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth,perokonomian lumpuh dan kesejateraan masyarakat menurun. Buruknya kondisi sosial, ekonimi dan keagamaan disebabkan oleh keadaann politik yang kacau.

B. Eropa Dan Doktrin Agamanya

Sekularisme lahir dari gagasan dan gerakan sekularisasi yang berasal dari warisan sejarah perkembangan peradaban Barat. Faham ini dapat ditelusuri mulai abad pertengahan (middle ages) Barat. Ketika itu, Gereja mendominasi peradaban Barat. Dan karena ajaran Injil banyak bertentangan dengan akal, keberadaannya dianggap menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Revolusi ilmiah (Scientific Revolution) yang dirintis Copernicus dengan teori Helio-centric (matahahari sebagai pusat tata surya) dianggap bertentangan dengan ajaran Injil. Di dalam Injil disebutkan, matahari dan bulan diciptakan setelah terciptanya bumi. Fakta ini bertentangan dengan ide-ide mendasar tentang system solar.

Pertentangan antara akal dan Injil mengkristal pada zaman modern. Orang Barat menyebut sejarah zaman pertengahan itu sebagai zaman kegelapan (dark ages). Saat itu, akal disubordinasikan di bawah Injil. Karena itu, mereka menamakan sejarah peradaban Eropa pada abad ke-15 dan 16 sebagai zaman kelahiran kembali (renaissance), karena akal bebas dari Injil. Mereka juga kemudian menyebut abad ke-17 sampai abad ke-19 sebagai zaman Pencerahan Eropa (European Enlightenment) yang sebenarnya adalah kesinambungan renaissance. Jadi, gagasan sekularisasi muncul karena tidak sanggupnya doktrin dan dogma agama Kristen berhadapan dengan peradaban Barat yang terbentuk dari beragam unsur. Hasilnya, para teolog Eropa dan Amerika seperti Ludwig Feurbach, Karl Barth, Dietrich Bonhoeffer, Paul van Buren, Thomas Altizer, Gabriel Vahanian, William Hamilton, Woolwich, Werner and Lotte Pelz, dan beberapa lainnya, menggagas revolusi teologi radikal. Harvey Cox menggelari mereka sebagai para teolog kematian Tuhan (death-of God theologians). Mereka menegaskan untuk menghadapi sekularisasi, ajaran Kristiani harus disesuaikan dengan pandangan hidup saintifik modern.

C. Persinggungan Peradaban Islam Dengan Tradisi Eropa

Peradaban Islam di mulai dengan tradisi ilmu atau tafaqquh fid din secara terus menerus. Mulai dari turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. proses interaksi dan ideasi antar individu dan masyarakat senantiasa didasarkan pada wahyu. Ini bukti bahwa ilmu tidak hanya dalam pikiran semata akan tetapi mewujud dalam sebuah aktifitas, baik berupa amal infiradi maupun amal jama’i. Dari sinilah lahir komunitas ilmiah yang mana oleh sebagian ahli sejarah disebut Ahlus Suffah[3]. Di lembaga pendidikan pertama inilah kandungan wahyu dan hadist-hadist Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif. Meski materinya masih sederhana tapi karena obyek kajiannya tetap berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization). Hasil dari kegiatan ini memunculkan alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadist Nabi, seperti Abu Hurairah, Abu Dhar Al Ghifari, Salman Al Farisy, Abdullah ibn Mas’ud dan lain-lain. Ribuan hadist telah berhasil direkam oleh anggota sekolah ini. Kegiatan pengkajian wahyu dan hadist kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya dalam bentuk lain.

Tidak lebih dari dua abad lamanya, telah muncul ilmuan-ilmuan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti Qadi Surayh (w.80 H/699 M), Muhammad ibn al Hanafiyah (w.81 H/700 M), Umar ibn Abdul Aziz (w.102 H/720 M), Wahb ibn Munabih (w. 110,114 H/719,723 M), Hasan al Basri (w.110 H/728 M), Ja’far al Shadiq (w. 148/765), Abu Hanifah (w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), Abu Yusuf (w.182/799), al Syafi’i (w.204/819), dan lain-lain. Islam adalah sebuah peradaban yang memadukan aspek dunia dan aspek akhirat, aspek jiwa dan aspek raga. Ia bukan peradaban yang memuja materi, tetapi bukan pula peradaban yang meninggalkan materi. Pada titik inilah, tradisi ilmu dalam Islam berbeda dengan tradisi ilmu pada masyarakat Barat yang berusaha membuang agama dalam kehidupan mereka. Dalam tradisi keilmuan Islam, ilmuan yang dzalim dan jahat harus dikeluarkan dari daftar ulama. Dia masuk kategori fasik dan ucapannya pantas diragukan kebenarannya. Sebab ilmu harus menyatu dengan amal. Inilah yang ditunjukkan oleh sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar, ’Utsman, Ali (radhiyallahu ’anhum) dan lain-lain.

Tradisi keilmuan tersebut kemudian berlanjut dari generasi ke generasi, dari abad ke abad dan mengalami puncak perkembangan dan keemasannya antara abad ke-7 M sampai pada abad ke-12 M. Pada saat itu telah lahir intelektual-intelektual muslim di bidang sains dan teknologi, seperti Al Khawarizmi, ’Bapak Matematika’ Muslim (w. 780 M) yang namanya dikenal di dunia Barat dengan Algorizm, Ibnu Sina ’Bapak Kedokteran Muslim’ yang dikenal dengan sebutan Aviecena. Ibnu Sina sebelum meninggal telah menulis kitab sejumlah kurang lebih 276 karya. Karyanya yang sangat monumental al Qonun fi al Tibb telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin di Toledo, Spanyol pada abad ke-12. Buku ini juga telah dijadikan rujukan utama di universitas-universitas Eropa sampai abad ke-17. (Diktat Matakuliah Adnin Armas) Keadaan Eropa pada abad pertengahan sungguh dalam kondisi yang terbelakang. Dr. Muhammad Sayyid Al Wakil menukil perkataan seorang penulis Amerika yang menggambarkan keadaan Eropa pada masa itu, ”Jika matahari telah terbenam, seluruh kota besar Eropa terlihat gelap gulita. Di sisi lain, Cordova terang benderang disinari lampu-lampu umum. Eropa sangat kumuh, sementara di kota Cordova telah dibangun seribu WC umum. Eropa sangat kotor, sementara penduduk Cordova sangat concern dengan kebersihan. Eropa tenggelam dalam lumpur, sementara jalan-jalan Cordova telah mulus. Atap istana-istana Eropa sudah pada bocor, sementara istana-istana Cordova dihiasi dengan perhiasan yang mewah. Para tokoh Eropa tidak bisa menulis namanya sendiri, sementara anak-anak Cordova sudah mulai masuk sekolah.( Muhammad Sayyid al Wakil.hal.321)

Setelah adanya sentuhan dengan Dunia Islam melalui konflik-konflik bersenjata, seperti dalam Perang Salib, maupun melalui cara-cara damai seperti di Andalusia, Eropa mulai tertarik dengan Islam. Pada Perang Salib orang-orang Kristen mendapati hal-hal yang baru di Levant dan teknik-teknik yang tidak dikenal di Barat. Oleh karena itu, ketika terjadi gencatan senjata, mereka memanfaatkan kesempatan untuk mempelajari teknik-teknik baru di bidang pertanian, industri dan kerajinan, serta melakukan hubungan perdagangan dengan orang-orang Muslim.

Persentuhan Eropa dengan Peradaban Islam telah memberikan pengaruh luar biasa terhadapa kehidupan mereka. Pengaruh terpenting yang diambil Eropa dari pergaulannya dengan ummat Islam adalah semangat untuk hidup yang dibentangkan oleh peradaban dan ilmu Islam. Keterpengaruhan Eropa pada peradaban Islam itu bersifat menyeluruh. Hampir tidak ada satu sisi pun dari berbagai sisi kehidupan Eropa yang tidak terpengaruh oleh peradaban Islam. ( Muhammad Qutb.hal.251) Hamid Fahmi Zarkasyi menjelaskan dalam bukunya bahwa hakekat dari peradaban Barat Modern adalah periode sejarah peradaban Barat yang persisnya terjadi saat kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada periode pencerahan, abad industri dan abad ilmu pengetahuan. Periode ini didahului oleh zaman yang disebut dengan Zaman Penterjemahan (Translation Age) khususnya penterjemahan karya-karya Muslim dalam bidang sains (1050-1150) dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Sebab itu, Eugene Myers dengan tegas menyimpulkan bahwa salah satu faktor terpenting kebangkitan Barat adalah penterjemahan karya-karya cendekiawan Muslim.( Hamid Fahmi Zarkasyi.hal.5)

Pada abad XV muncul gerakan renaissance, yaitu gerakan pencerahan atau diartikan sebagai gerakan kelahiran kembali (rebirth) sebagai manusia yang serba baru. Pada abad pertengahan ini Barat telah berhasil keluar dari Abad Kegelapan (Dark Ages) dan mengembangkan suatu pandangan hidup baru (new worldview) yang mengantarkan mereka kepada abad pencerahan. Gerakan ini pada akhirnya menghancurkan otoritas gereja. Setelah adanya perjanjian Westphalia Agreement pada tahun 1648 maka kekuasan dan otoritas paus dalam hal ini gereja jatuh. Sehingga akhirnya kekuasaan diserahkan kepada negara masing-masing. Maka lahirlah Nation State yang pada perjalanannya menjadi awal dari pemisahan negara dan agama yang kemudian melahirkan sekularisme.(Hamid Fahmy Zarkasyi.hal.4)

Dari sinilah kemudian ilmu yang berkembang di Barat menjadi jauh dari nilai-nilai agama. Mereka mengatakan bahwa ilmu bebas nilai (free value). Ilmu bersifat universal yang tidak ada kaitannya dengan persoalan trancendent. Ilmu bisa dimiliki oleh siapa saja, di mana saja dan untuk apa saja, meskipun bertentangan dengan nilai agama atau norma. Oleh karena itu, ilmu di Barat jauh dari moralitas. Ilmu di Barat hanya berorientasi pada aspek fisik dan menafikan metafisik. Sebab sumber ilmu di Barat bertumpu pada panca indera dan akal (rasio) semata.

Sebab itulah epistemologi Barat berangkat dari praduga-praduga, atau prasangka-prasangka, atau usaha-usaha skeptis tanpa didasarkan pada wahyu. Yang mengakibatkan lahirnya sains-sains yang hampa akan nilai-nilai spiritual dan akhirnya seperti yang disimpulkan oleh Al Attas epistemologi Barat tidak dapat mencapai kebenaran, apalagi hakekat kebenaran itu sendiri. Yang kemudian memunculkan ilmuwan-ilmuwan yang skeptis dan atheis seperti Rene Descartes (1596 – 1650), David Hume (1711 - 1776), Immanuel Kant (1724 - 1804), dan lain-lain. Menurut Kant, metafisika adalah hanya ilusi transenden belaka (a transcendental illussion).

D. Konflik Islam dan Eropa (Periodesisasi Perang Salib)

Awal mula Perang Salib[4] adalah Perang antar Gereja dan Yahudi, jadi bukan bermula Perang antara Kristen dan Islam, yang penengertian umum saat ini.Berkut adalah Riwayatnya: Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk mengambil kuasa kota suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari Muslim. Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar Eropa. Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk merebut kembali kota suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari penaklukan Muslim. Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar Eropa[5].

Baik ksatria dan orang awam dari banyak negara di Eropa Barat, dengan sedikit pimpinan terpusat, berjalan melalui tanah dan laut menuju Yerusalem dan menangkap kota tersebut pada Juli 1099, mendirikan Kerajaan Yerusalem atau kerajaan Latin di Yerusalem. Meskipun penguasaan ini hanya berakhir kurang dari dua ratus tahun, Perang salib merupakan titik balik penguasaan dunia Barat, dan satu-satunya yang berhasil meraih tujuannya.

Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah di dunia. Pertikaian selalu bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita. Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Paus Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya.

Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel, serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus.

Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan kotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu."
"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.

Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang Kristen tampaknya seperti tindakan melayaniAllah[6].

Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian.

Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel. Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda". Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat. Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit (bahasa Inggris: Knights Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dan berdiri sendiri.

Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara efektif.

  1. Analisis Internal Dan Eksternal Kekalahan Umat Islam

Salah satu penyebab utama kekalahan umat islam adalah kebodohan yaitu jahil (bodoh) terhadap Allah, agama-Nya dan berbagai hukum syar’i. Ilmu agama semacam ini telah banyak ditinggalkan oleh umat saat ini. Ilmu ini sangat sedikit dipelajari, sedangkan kebodohan malah semakin merajalela.

Kebodohan merupakan penyakit yang mematikan, dapat mematikan hati dan perasaan, juga melemahkan anggota badan dan kekuatan. Pengidap penyakit ini bagaikan hewan ternak, hanya menyukai syahwat, farji (kemaluan) dan perut. Kebodohan sungguh telah melemahkan hati, perasaan, dan keyakinan kaum muslimin dan akan menjalar ke anggota tubuh mereka yang lain yang membuat mereka lemah di hadapan musuh mereka (Yahudi dan Nashrani).

Mengapa Penyakit Utama Lemahnya Kaum Muslimin adalah Kebodohan?! Yang menunjukkan bahwa sebab terbesar adalah jahl (bodoh) terhadap Allah, agama-Nya, dan syari’at-Nya -yang seharusnya seseorang berpegang teguh dan mengilmui tiga hal tersebut- yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan memahamkannya dalam perkara agama.” (HR. Bukhari & Muslim).

Maka dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, menunjukkan bahwa di antara tanda Allah akan memberikan kebaikan dan kebahagiaan bagi individu, bangsa, negara yaitu Allah akan memahamkan mereka ilmu din (agama). Berarti dengan memahami agama ini dengan mengenal Allah, Rasul-Nya, dan Syari’at-Nya, individu maupun bangsa akan diberikan oleh Allah berbagai bentuk kebaikan. Dan bodoh tentang hal ini akan membuat kaum muslimin jauh dari kebaikan, sehingga membuat mereka lemah di hadapan musuh mereka. Di samping itu al-Qur’an juga mencela kebodohan dan orang-orang yang bodoh dan memerintahkan mewaspadainya. Seperti dalam firman Allah ta’ala yang artinya, “Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al An’am: 111). Juga firman Allah yang artinya, “Dan kebanyakan mereka tidak mengerti” (QS. Al Ma’idah: 103)

Penyakit Cinta Dunia dan Takut Mati

Sebab lain yang menyebabkan kaum muslimin lemah dan tertinggal dari musuh-musuh mereka adalah cinta dunia dan takut mati. Sebab ini muncul karena sebab utama di atas yaitu bodoh terhadap agama Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring. Kemudian seseorang bertanya, “Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata, “Bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian adalah sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ‘Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, “Apa itu ‘wahn’?” Rasulullah berkata, “Cinta dunia dan takut mati.” (Shohih, HR. Ahmad dan Abu Daud). Dalam hadits ini terlihat bahwa penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati) akan menimpa dan berada dalam hati-hati mereka. Mereka tidak mampu untuk menggapai kedudukan yang mulia dan tidak mampu pula untuk berjihad fii sabilillah serta menegakkan kalimat Allah. Hal ini disebabkan kecintaan mereka pada dunia dan kesenangan di dalamnya seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan selainnya. Mereka begitu bersemangat mendapatkan kesenangan seperti ini dan takut kehilangannya, sehingga mereka meninggalkan jihad fii sabilillah. Begitu juga mereka menjadi bahil (kikir) sehingga mereka enggan untuk membelanjakan harta mereka kecuali untuk mendapatkan berbagai kesenangan di atas. Penyakit wahn ini telah merasuk dalam hati kaum muslimin kecuali bagi yang Allah kehendaki dan ini jumlahnya sedikit sekali. Kaum muslimin secara umum telah menjadi lemah di hadapan musuh mereka. Rasa takut telah hilang dari hati musuh mereka sehingga mereka tidak merasa takut dan khawatir terhadap kaum muslim karena mereka telah mengetahui kelemahan kaum muslimin saat ini. Semua hal ini terjadi disebabkan kebodohan yang menyebabkan rasa tamak kaum muslimin pada dunia sehingga kaum kafir (musuh kaum muslimin) menggerogoti mereka dari segala penjuru walaupun jumlah mereka banyak tetapi jumlah ini hanya bagaikan sampah-sampah yang dibawa air hujan yang tidak bernilai apa-apa.

F. Nalar Kebangkitan ( Renaissance ) Barat

Pada awal kebangkitannya, Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat. Dihadapannya masih terdapatkekuatan-kekuatan perang islam yang sulit dikalahkan, terutama kerajaan ustmani yang berpusat di Turki . Tidak ada jalan lain, meereka harus menempuh jalan lautan yang sebelumnya dipandang sebagai dinding yang membatasi gerak mereka. Mereka melakukan berbagai penelitian tentang rahasia alam, berusaha menaklukkan lautan dan menjelajahai Benua yang sebelumnya masih diliputi kegelapan. Setelah Christoper Colombus menemukan Benua Amerika ( 1492M ) dan Vasco da Gama menemukan jalan ke Timur melalui Tanjung Harapan ( 1498M ) Benua Amerika, dan kepulauan Hindia segera jatuh kebawah kekuasaan Eropa[7]. Dua penemuan itu, sungguh tak terkirakan nilainya, Eropa menjadi maju dalam dunia perdagangan, karena tidak tergantung lagi kepada jalur lama yang dikuasai umat Islam. Terjadilah perputaran nasib yang maha hebat dalam sejarah seluruh umat manusia.

erekonomian bangsa Eropa semakin maju karena daerah yang baru dibuka. Mereka memperoleh kekayaan yang tak terhingga untuk meningkatkan kesejahteraan negrinya. Tak lama setelah itu, mulailah kemajuan Eropa melampaui kemajuan islam yang sejak lama mengalami kemunduran. Kemajuan Barat dipercepat oleh penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan Mesin Uap yang melahirkan Revolusi Industry Eropa. Teknologi perkapalan dan militer berkembang dengan pesat[8]. Negeri – negeri Islam yang pertamakali jatuh kebawah kekuasaan Eropa adalah negeri yang jauh dari pusat kekeuasaaan Kerajan Turki Usmani, walaupun kerajaan ini mengalami kemunduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat untuk berhadapan dengan kekluatan militer Eropa waktu itu. Negeri pertama kali yang dikuasai Eropa adalah negri Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India. Sementara negri-negri islam Timur tengah yang berada di bawah kerajaan turki usmani, baru diduduki Eropa pada masa berikutnya.

G. Sebab-Sebab Imperialisme Atas Dunia Islam

Dengan melemahnya kekuatan politik dan militer islam maka lahirlah babak baru dalam sejarah islam yaitu babak penjajahan barat terhadap dunia islam, sebagai counter gerakan dunia islam yang terwujud dalam gerakan sporadis dalam setiap wilayah yang dijajah karena ingin merdeka sebab kekuatan integrative maupun kordinatif yang mempersatukan islam sudah tidak mendapat legitimasi dari masyarakat islam. Sementara itu masa depan islam bertumpu pada sejauh mana kekuatan islam melakukan perlawanan, kendati bersifat local. Ketika India berada dalam masa pemerintahan Mughol adalah negri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang Eropa, yang sedang mengalami kemajuan berdagang. Awal abad ke- 17 Inggris dan Belanda menginjakkan kakinya di India. Tahun 1611M, Inggris mendapat izin menanam modal dan tahun 1716M Belanda mendapat izin yang sama. Akhirnya pada tahun 1899M kesultanan muslim Baluchistan jatuh di bawah kekuasaan Inggris-India, yang memang sebelumnya telah diincarnya. Asia tenggara, tempat islam mulai berkembang merupakan daerah rempah- rempah yang terkenal pada masa itu dan menjadi ajang perebutan Negara-negara Eropa. Kekeuatan Eropa malah lebih awal menerapkan kekuasaannya di negeri ini. Hal ini dibadingkan dengan kerajaan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tengarra lebih lemah sehingga mudah ditaklukkan.

Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada abad ke 15 di semenanjung Malaya yang strategis dan merupakan kerajaan islam ke 2 di Asia Tenggara setelah Samudra Pasai ditaklukkan Portugis pada tahun 1511M. Pada tahun 1521M Spanyol datang ke Maluku untuk berdagang, Spanyol berhasil menguasai Filipina termasuk didalamnya kerajaan islam seperti kesultannan Maungindanau, Kesultanan Buayan dan Kesultanan Buyu. Bahkan pada abad ke19,Inggris mampu menguasai seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama[9].

Ekspansi barat ke timur tengah dimulai ketika kerajaan ustmani mengalami kemunduran dan barat mengalami kemajuan di segala bidang, seperti perdagangan, ekonimi, industry dan militer. Namun demikian, nama besar Turki Ustmani masih disegani oleh barat sehingga tidak melakukan penyerangan terhadap wilayah-wilayah kerajaan islam. Namun, kekalahan besar kerajaan turki usmani menghadapi serangan Eropa di wina tahun 1683 menyadarkan barat bahwa kerajaan turki Usmani telah mundur jauh sekali. Saat itulah kerajaan Turki mendapat serangan terus menerus dari Eropa. Sehingga turki yang semula kuat, perlahan menjadi lemah. Dan eropa semakin mengusai peradaban hingga pada akhirnya ke khalifaan usmani runtuh, dan peradaban beralih pada kekuasaan barat (eropa).

Daftar Pustaka

1. Irsan Al Kilani, Majid, Misteri Masa Kelam Islam Dan Kemenangan Perang Salib, Bekasi: Kalam Aula mediatama, 1428H/2007M

2. Lapidus, Ira.M, Sejarah Sosisal Umat Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2000

3. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2008

4. Admin, sejarah perang salib, http://paguyubanpulukadang.forumotion.net, November 2009

5. Yudo, Teguh, Islam Dari Keterpurukan Menuju Kebangkitan Kedua, http://ummahonline.wordpress.com/ Maret 2008

6. Ahmad Fusqon Muntashir, Antara Tradisi Ilmu Islam dan Barat, http://www.inpasonline.com, Mei 2009








[1] Agmy, Sejarah Peradaban Islam, http://amgy.wordpress.com, 11 February 2009

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008 hal. 91

[3] Ahmad Furqon Muntashir, Antara Tradisi Ilmu Islam dan Barat, http://www.inpasonline.com, Mei 2009

[4] Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Salib

5. Admin, sejarah Perang Salib, http://paguyubanpulukadang.forumotion.net, 01 November 2008

[6] Op.Cit. Hal. 90

[7] Ibid. 174

[8] Ira. M. Lapidus, Sejarah Social Umat Islam, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2000, hal. 514

[9] Ibid. hal. 803